Beranda

Selasa, 27 November 2012

Sepak Bola Bukan Lakon Mahabharata




Bak Lakon Mahabharata, konflik organisasi sepak bola di Indonesia tak kunjung reda. Berbagai upaya untuk mendamaikan kubu yang berkonflik tak jua membuahkan hasil. Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia di Solo Juli tahun lalu memang berhasil memilih pengurus baru. Namun hingga kini belum mampu membawa perubahan, bahkan kemudian muncul dualisme kepemimpinan di tubuh organisasi sepak bola tanah air.


Walhasil, punggawa organisasi yang mestinya bertugas menyiapkan tim nasional di kancah internasional justru larut dalam konflik. Kepentingan bangsa dan negara mereka nomor duakan. Tim Garuda Indonesia nyaris bertarung tanpa persiapan maksimal di Bukit Jalil Malaysia, tempat AFF 2012 diselenggarakan. Sederet pertandingan uji coba dengan negara tetangga gagal dilakukan.


Pemilihan personil tim yang bakal diberangkatkan pun tak luput dari masalah. Masyarakat tentu tak bisa memahami, ketika Skuad Garuda hanya mengirimkan dua penjaga gawang dalam laga AFF tahun ini, Endra Prasetyo, dan Wahyu Tri Nugroho. Namun Endra Prasetyo pada laga melawan Laos Ahad lalu mendapat kartu merah, dan dilarang bermain untuk satu kali pertandingan.
Kegagalan tim merah putih meraih poin penuh dalam laga melawan tim dari negara Laos kemarin tentu menyesakkan dada. Apalagi dua tim yang bakal dihadapi Indonesia di pertandingan berikutnya tak bisa dianggap enteng. Singapura, dan Malaysia. Kita tentu tak ingin Indonesia gagal dari fase penyisihan grup seperti terjadi pada AFF 2007 lalu.

Senin, 26 November 2012

Tangga Bercinta Ajudan Bung Karno




President Suite Room, Hotel International Waldorf Astoria, Amerika Serikat 1956. Presiden Sukarno tengah dalam lawatannya ke Negeri Paman Sam tersebut. Guntur Soekarnoputra, sang putra sulung presiden pertama Indonesia itu turut serta dalam rombongan. Menempati lantai kamar di salah satu lantai Guntur ditemani seorang ajudan. Di hotel tersebut ada 4 lift yang masing-masing dijaga seorang perempuan cantik.

Seperti biasa usai seharian mengikuti kegiatan kenegaraan, rombongan presiden beristirahat di kamar. Di kamar Guntur ditemani seorang ajudan. “Sebut saja namanya Pak X,” kata Guntur dalam buku, Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku. Mereka memang terpaut jauh secara usia. Berada di dalam kamar dengan hanya berteman siaran televisi tentu menjenuhkan. Terutama bagi pak X.

Maka dengan berbagai alasan, Pak X mencoba ke luar kamar. Guntur yang saat itu masih kanak-kanak tentu tak mau ditinggal. Namun bukan orang tua, kalau tak bisa mengakali si anak. Kebetulan rokok Pak X kehabisan rokok, maka digunakanlah alasan ini: Pak X (X), Guntur (G).