Mestinya Pasien Tahu
Secara hukum, hak-hak pasien di rumah sakit dilindungi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Tapi, kenyataannya, masih banyak penyedia layanan medis--baik rumah sakit maupun dokter praktek--yang tak memperhatikannya. "Masih banyak yang mengabaikannya," kata Kartono Mohammad, mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, ketika dihubungi Tempo pada Kamis lalu.
Gejala umum yang terjadi di masyarakat Indonesia, tutur Kartono, adalah adanya kesenjangan antara dokter dan pasien. Boleh dibilang, hubungan keduanya masih ibarat masyarakat golongan bawah dan kalangan elite papan atas. Pasien, yang seharusnya menjadi mitra sejajar, dipaksa tunduk dan menurut kepada apa pun titah dokter serta tak boleh mengajukan pertanyaan.
Kartono menyatakan, umumnya penyedia layanan medis masih belum sepenuhnya berorientasi pada kepentingan dan kepuasan pasien. "Mereka belum menjadikan mutu serta kualitas layanan sebagai acuan."
Kasus Prita Mulyasari di Tangerang Selatan, Kartono menambahkan, menjadi salah satu contoh betapa tak adanya komunikasi yang empatik antara rumah sakit dan pasien. Rumah sakit tak berkenan mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari Prita, yang ingin mengetahui jenis penyakitnya.
Kartono menegaskan, tanpa undang-undang tersebut, seharusnya, saat di bangku perguruan tinggi, seorang dokter sudah menerima pelajaran tentang etika kedokteran. "Tentang bagaimana memperlakukan dan memberikan hak-hak pasien."
Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta menyodorkan fakta yang ditemukan lembaganya. Menurut dia, sepanjang 1998-2008 lembaganya menerima sekitar 500 pengaduan pasien rumah sakit. "Umumnya karena tidak diberi informasi oleh rumah sakit," kata Marius.
Padahal penyedia layanan kesehatan dan dokter berkewajiban memberikan hak-hak yang harus diterima. Hak-hak pasien antara lain mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan, termasuk mengenai diagnosis, tujuan, risiko, dan alternatif tindakan lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; menolak tindakan medis yang akan dilakukan; dan mendapatkan isi rekam medis.
"Tanpa diminta, dokter wajib memberikan apa pun informasi tentang kondisi medis pasien," Marius menambahkan.
Tentu saja, selain hak-hak, pasien mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Di antaranya pasien harus memberikan informasi yang jelas, jujur, dan lengkap tentang masalah kesehatan yang dia hadapi; mematuhi nasihat dan petunjuk dokter; serta membayar imbalan atas jasa yang dia terima.
Adapun penyedia jasa layanan kesehatan, selain menerima haknya berupa imbalan dari pasien, mempunyai kewajiban antara lain membuat, menyimpan, dan menjaga kerahasiaan rekam medis. "Rekam medis menjadi milik penyedia layanan kesehatan, tapi isinya milik pasien," ujar Farid Husein, Direktur Jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan.
Ketika merasa tak mendapatkan hak yang mestinya diterima, menurut Farid, pasien bisa menempuh beberapa cara. Bisa langsung komplain kepada rumah sakit. Kalau tak ditanggapi, bisa juga mengadu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDI), Departemen Kesehatan, dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).
Sayangnya, undang-undang tak memberikan kewenangan kepada MKDI, Departemen Kesehatan, dan Persi untuk memberikan sanksi bagi dokter atau penyedia layanan medis yang melakukan pelanggaran. "Kalau tidak puas, ya, silakan lapor polisi," Farid menjelaskan. ERWIN DARIYANTO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar