"pak -- pak pajak apa lagi ini apa pemerintah kurang makan pajak meliyaran rupiah saya blm pernah sribu rupiah menikmati yg namanya dana pajak, kami kadang beli speda motor krn terpaksa untuk kebutuhan kadang malah dapat ngutang,pakjak tetap hrs bayar dg paksa.. setelah bayar pajak cuman untuk di korupsi sampai beliyaran bahkan triliyunana.. apa apa ini muga jadi kampret 7 turunan yg kropsi uang rakyat,,, gayus dan teman2nya 7 turunan dpt laknat."
Kalimat itu merupakan sebuah komentar dari pengunjung situs berita online yang menampilkan kabar bakal adanya Sensus Pajak. Pekan depan atau akhir bulan ini Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan Sensus Pajak Nasional. Program ini dilakukan untuk menggenjot penerimaan pajak negara.
Sensus dilakukan karena disinyalir ada jutaan warga tidak tercatat sebagai wajib pajak. Misalnya, pajak pendapatan. Fulan misalnya sebagai pegawai di instansi swasta bergaji Rp 5 juta dikenakal pajak. Sementara Rohman pedagang Bakso dengan omset ratusan juta sebulan, tak dikenakan pajak. Ini yang akan didata dalam sensus tersebut.
Sensus pajak adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, artinya ekstensifikasi, dengan mendatangi wajib pajak (WP) di seluruh Indonesia.
Dalam kegiatan ini, petugas akan mendatangi warga satu persatu. Menjelaskan pengisian SPT, sosialisasi pelayan pajak, hingga cara pembayarannya.
Target dari sensus ini tentu menggenjot pendatapan negara dari pajak. Saat ini realisasi penerimaan pajak baru 62 persen dari target yang dicantumkan dalam APBN-P 2011 sebesar Rp. 875,6 triliun. Untuk mengejar target di sisa 3 bulan lebih ini, Direktorat Jenderal Pajak bekerja keras melakukan segala upa untuk mencapai target ini.
Program yang baik tentunya. Hanya saja perlu dipikirkan juga cara supaya tidak terjadi penyelewengan. Agar tidak terjadi kasus Gayus-gayus dalam sensus ini.
Tentunya program semacam ini banyak potensi pelanggaran. Entah dari pegawai pajak, atau wajib pajak. Kongkalikong dalam praktek perpajakan.
Lalu bagaimana agar tidak terjadi penyelewengan?
Sayang, Direktorat Jenderal Pajak belum merumuskan satu teoripun untuk mencegahnya.
Menurut saya, sebelum petugas datang Dirjen Pajak perlu membuat satu iklan layanan, baik di TV atau media massa lainyya tentang Sensus ini.
Misalnya, warga perlu tahu apa saja hak dan kewajibannya ketika petugas pajak datang. termasuk apa yang dilarang, dan kotak pengaduan.
Semoga tak muncul lagi Gayus-gayus Pajak di Indonesia.
Salam
Erwindar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar