foto by Antara |
Editorial soal gedung KPK sebenarnya sudah dibuat untuk edisi Rabu, 27 Juni 2012. Namun sepertinya menuliskan kegemasan saya ke DPR rupanya tak cukup dengan dua ribu karakter. Akhirnya setelah diskusi dengan redaksi, editorial untuk edisi Kamis ini kembali menyorot soal gedung KPK. kali ini dengan sudut pandang, betapa tidak pedulinya DPR dengan kinerja KPK.
Silakan lihat artikel selengkapnya di Harian Detik atau klik di sini
--- salam---
'Tamparan' Buat Politikus di DPR
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat kurang peka.
Saweran untuk pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap justru sekedar cari sensasi dan pengalihan isu. Mestinya politikus sadar, dan tidak memandang bahwa aksi penggalangan dana hanya sekedar mengumpulkan uang untuk membangun gedung. Ada pesan tersirat di dalamnya. Antusisme masyarakat begitu tinggi. Mulai dari tukang becak, pedagang kaki lima, tokoh publik sampai pejabat ikut dalam aksi ini.
Saweran untuk pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap justru sekedar cari sensasi dan pengalihan isu. Mestinya politikus sadar, dan tidak memandang bahwa aksi penggalangan dana hanya sekedar mengumpulkan uang untuk membangun gedung. Ada pesan tersirat di dalamnya. Antusisme masyarakat begitu tinggi. Mulai dari tukang becak, pedagang kaki lima, tokoh publik sampai pejabat ikut dalam aksi ini.
Tingginya minat masyarakat yang bersedia 'nyawer' menunjukkan keinginan kuat dari rakyat agar negeri ini bebas dari korupsi. Inilah bentuk perjuangan rakyat melawan korupsi. Rakyat ingin negara ini serius memberantas budaya korup. Dan melalui KPK harapan itu kini digantungkan. Butuh dukungan penuh agar lembaga ini bisa menjalankan fungsinya. Salah satunya dengan menyediakan gedung yang memadai.
Sayangnya, permohonan agar KPK memiliki gedung sendiri belum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal proposal sudah diajukan sejak tahun 2008. Kementerian Keuangan belum bisa mengucurkan anggaran selama Komisi Hukum DPR belum menyetujui. Alasan sejumlah anggota Dewan yang menyebut bahwa pembangunan gedung ini belum mendesak patut dipertanyakan. Apalagi jika berkaca pada sejumlah proyek yang tidak mendesak namun cepat sekali disetujui oleh DPR. Tengok saja, proyek Komplek Olahraga Hambalang. Dalam waktu sekejap, proyek milik Kementerian Pemuda dan Olahraga ini bisa disetujui. Bahkan anggaran yang awalnya Rp 125 miliar bisa disulap menjadi Rp 1,25 triliun.
Dilihat dari urgensinya, tentu pembangunan gedung KPK lebih mendesak ketimbang proyek Komplek Olahraga Hambalang. Sehingga aneh ketika Dewan justru tidak mengutamakan pembangunan gedung Komisi Antirasuah. Publikpun akhirnya menilai, bahwa Dewan tidak sepenuhnya mendukung pemberantasan korupsi. Ketika rakyat menganggap wakilnya di Senayan tak lagi bisa diharapkan, aksi nyata adalah solusinya. Dan aksi penggalangan dana untuk pembangunan gedung KPK adalah simbol ketulusan rakyat memerangi perilaku korup, sekaligus melawan keangkuhan kekuasaan politik. Sungguh tak peka bila politikus di parlemen tak menganggap aksi 'saweran' ini sebagai tamparan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar