artikel ini merupakan editorial yang saya tulis untuk www.edisi.hariandetik.com edisi Jumat, 31 Agustus 2012.
Bukan Salah Anak Tertidur
Bukan Salah Anak Tertidur
Foto by Vivanews |
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono terpaksa menghentikan pidatonya di puncak
peringatan hari anak nasional Rabu lalu. Beberapa anak yang mengikuti
acara itu tertidur. Dan sang kepala negara meminta anak-anak itu
dibangunkan. Presiden ingin hadirin menyimak saat dia menyampaikan
pidato berjudul "Bersatu Mewujudkan Indonesia Ramah Anak".
Ini bukan yang pertama kali sang
Kepala Negara menegur hadirin saat dia berpidato. Sebelumnya
Presiden juga pernah menegur seorang kepala daerah saat dia
berpidato. Keinginan untuk diperhatikan saat berbicara di muka umum
adalah hal yang wajar. Namun tentu harus dibedakan audien yang
dihadapi saat itu. Sudah barang tentu materi pidato akan disesuaikan
dengan audien.
Peserta yang hadir di Teater Keong Emas
Taman Mini Indonesia Indah Rabu lalu sebagian besar adalah anak-anak.
Namun di awal pidato Presiden justru banyak menggunakan bahasa yang
tidak mudah dicerna oleh anak. Kebiasaan menyelipkan kalimat atau
istilah asing juga digunakan dalam pidato itu. Misalnya
istilah-istilah nilai luhur, mindset, culture shock, dan future
shock. Bahkan ada kalimat "all the flowers of all the
tomorrows are in the seeds today". Bukankah bahasa
seperti ini hanya bisa dicerna oleh kalangan dewasa?.
Tak bijak menyalahkan anak-anak yang
tertidur saat Presiden berpidato. Bisa saja mereka menganggap isi
pidato itu menjemukan, sehingga tak mau menyimak. Dalam hal
menghadapi anak-anak, Presiden Yudhoyono perlu belajar pada Obama.
Presiden Amerika Serikat itu lebih luwes dalam berkomunikasi dengan
anak-anak.
Seorang fotografer pernah merekam
ekspresi komunikasi yang ramah dari Presiden Negeri Adikuasa itu.
Obama membungkuk di depan Jacob Philadelphia, -seorang bocah lima
tahun-, yang ingin menyentuh rambutnya. Tak hanya sekali, Obama
sering harus jongkok demi berkomunikasi dengan anak-anak.
Dengan posisi yang sejajar itu
anak-anak merasa diperhatikan, karena wajah mereka bisa berhadapan
langsung dengan sang Presiden. Sudah selayaknya anak diperlakukan
dengan tutur kata lembut menggunakan bahasa yang mereka pahami.
Meskipun si anak mungkin salah, cara menegurnya harus menggunakan
bahasa anak. Kepala Negara layaknya seorang ayah. Menghadapi anak
harus sabar, tidak boleh marah, apalagi mudah tersinggung.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar