Bak Lakon Mahabharata, konflik organisasi sepak bola di Indonesia tak kunjung reda. Berbagai upaya untuk mendamaikan kubu yang berkonflik tak jua membuahkan hasil. Kongres Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia di Solo Juli tahun lalu memang berhasil memilih pengurus baru. Namun hingga kini belum mampu membawa perubahan, bahkan kemudian muncul dualisme kepemimpinan di tubuh organisasi sepak bola tanah air.
Walhasil, punggawa organisasi yang mestinya bertugas menyiapkan tim nasional di kancah internasional justru larut dalam konflik. Kepentingan bangsa dan negara mereka nomor duakan. Tim Garuda Indonesia nyaris bertarung tanpa persiapan maksimal di Bukit Jalil Malaysia, tempat AFF 2012 diselenggarakan. Sederet pertandingan uji coba dengan negara tetangga gagal dilakukan.
Pemilihan personil tim yang bakal diberangkatkan pun tak luput dari masalah. Masyarakat tentu tak bisa memahami, ketika Skuad Garuda hanya mengirimkan dua penjaga gawang dalam laga AFF tahun ini, Endra Prasetyo, dan Wahyu Tri Nugroho. Namun Endra Prasetyo pada laga melawan Laos Ahad lalu mendapat kartu merah, dan dilarang bermain untuk satu kali pertandingan.
Kegagalan tim merah putih meraih poin penuh dalam laga melawan tim dari negara Laos kemarin tentu menyesakkan dada. Apalagi dua tim yang bakal dihadapi Indonesia di pertandingan berikutnya tak bisa dianggap enteng. Singapura, dan Malaysia. Kita tentu tak ingin Indonesia gagal dari fase penyisihan grup seperti terjadi pada AFF 2007 lalu.
Masyarakat Indonesia berharap, persepakbolaan Indonesia kembali berjaya, seperti tahun 1987, saat tim merah putih yang diarmadai Ricky Yacobi dan kawan-kawan menjuarai SEA Games. Tak ada jalan lain, rekonsiliasi dalam penataan organisasi sepak bola tanah air harus segera dilakukan. Wajah persepakbolaan Indonesia bukan lakon Mahabharata, yang tak bisa dipersatukan hingga berakhir dalam perang Baratayudha di Padang Kurusetra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar