Hingga kini aku tetap tak habis pikir, restoran cepat saji seperti McD dan KFC selalu ramai oleh pengunjung. Rata-rata yang jajan adalah anak-anak, beberapa juga ada remaja dan segelintir yang berusia menjelang tua.
Sabtu (15/11/2014) malam lalu misalnya, bersama istri dan anakku aku mampir di sebuah restoran cepat saji di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Dan seperti biasa pembeli harus antre beberapa meter di'warung saji' ini sebelum bersantap.
Ke sebuah kursi yang terletak di pojok ruangan kami memilih tempat duduk. Persis di samping kaca sehingga kami bisa melihat langsung keluar. Kami pun bersantap, tentu sambil ngobrol ngalor ngidul terkadang tanpa arah.
Hingga akhirnya sebuah kalimat yang datang dari meja seberang memantik perhatianku. "Ayah nanti kalau aku ulang tahun ke sini lagi ya," kalimat itu terucap dari seorang bocah perempuan yang usianya sekitar 9 tahun.
Di depannya seorang Bapak mengangguk sambil mengusap wajah bayi yang terlelap dalam gendongan sang istri. Di meja tempat bocah bersama dua orang tua dan adik bayinya duduk ternyata hanya ada satu porsi makanan menu cepat saji, -nasi, ayam
satu, dan lemon tea-.
Entah, saya tak sempat memperhatikan apa yang dilakukan Bapak, Ibu dan bayinya itu saat si bocah perempuan itu makan. Yang saya sempat perhatikan, semua menu di meja itu tandas tak berbekas, kecuali piring, kertas bekas nasi, dan tulang belulang ayam.
Bapak itu menggandeng anak perempuannya keluar restoran cepat saji, diikuti sang Ibu yang menggendong bayi dengan tas kresek di tangan. Saat berjalan keluar itulah aku sadari ternyata kaki si Bapak tak beralas, dia tak mengenakan sandal atau pun sepatu.
Aku masih bisa melihat secara jelas ketika Bapak itu berjalan keluar, melintasi deretan sepeda motor yang terparkir. Dan dia pun berhenti di ujung tempat parkir di sebuah gerobak yang tertutup terpal warna putih.
Terpal dibuka, dan masuklah sang Ibu bersama bocah perempuan itu ke atas gerobak. Perlahan sang Bapak menarik gerobak, menyusuri jalanan Ibu Kota. Bayangan mereka lenyap di tikungan jembatan kereta api Cikini.
Dari si tukang parkir di warung cepat saji itu aku mendapat informasi bahwa si Bapak tadi memang tengah 'merayakan' ulang tahun anak perempuannya. Dia sempat meminta izin dan bertanya,"Bolehkah seorang pemulung masuk?," cerita sang tukang parkir.
Kepada si Bapak 'manusia gerobak', tukang parkir itu menjawab boleh, asal rapi dan tentu membayar. Malam itu si Bapak kembali datang, dengan pakaian rapi, meski tanpa sandal bersama istri dan dua anaknya. Gerobak dia sandarkan dan dititipkan kepada tukang parkir.
Selesai merayakan ultah si anak, Bapak tersebut berniat membayar kepada tukang parkir, namun ditolak.
Selamat ulang tahun nak, siapa pun namamu. Smoga senantiasa dalam bimbingan dan lindungan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar