Demo menolak kenaikan harga BBM di Cikini (Foto-detikcom) |
Mengapa diplomasi sarapan?. Jawabannya sederhana, ya karena kami bisa punya waktu lebih selain hari libur adalah saat jam makan pagi alias sarapan.
Di meja makan saat sarapan itulah saya mencoba melakukan 'diplomasi' yang terkadang ngalor ngidul tanpa arah. Yaah.. paling tidak aku bisa merasa lebih dekat dengan mereka.
Pagi tadi di sela sarapan, Najma cerita soal susahnya pulang ke rumah dari sekolah kemarin. Musababnya, rute jalan yang dia lintasi dari Cikini menuju Percetakan Negara ditutup karena ada aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.
"Jalan ditutup, saya ama Bunda harus jalan sampai depan Pasar Cikini baru dapat taksi Ayah," kata bocah ayu itu sambil mengunyah nasi goreng.
Dia pun merasa kesal dengan aksi sejumlah mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM tersebut. "Capek tau jalan. Mengapa sih harus ada demo, bakar ban lagi," gerutu Najma.
Ku coba menjawab dengan bahasa yang semoga bisa diterima oleh anak seumuran 'Sang Bintang'. Aksi unjuk rasa itu adalah reaksi dari sejumlah Mahasiswa agar harga bensin tidak naik. Nah supaya didengar dan sampai ke Pak Presiden, maka dilakukan dengan membakar ban. Nah akibatnya jalanan jadi macet.
"Iya... tapi kan saya yang capek, mosok harus jalan kaki untuk cari taksi," kata Najma.
"Semoga saja ini yang terakhir Nak, tak ada lagi kenaikan harga BBM, tak ada lagi demo yang nutup jalan,".
Kami pun berbenah, bersiap ke Sekolah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar