editorial ini, selengkapnya bisa dibaca di www.edisi.hariandetik.com terimakasih..
Sebuah ironi kembali terjadi di negeri ini. Inspektur Jenderal Djoko Susilo menolak panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal KPK memerlukan keterangan mantan Gubernur Akademi Kepolisian itu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator untuk pembuatan surat izin mengemudi. Publik dibuat tercengang oleh alasan penolakan sang jenderal, yakni menunggu fatwa dari Mahkamah Agung soal lembaga yang berhak menangani kasus tersebut: KPK atau Kepolisian RI.
Djoko dan tim penasihat hukumnya menilai saat ini terjadi dualisme penanganan kasus simulator SIM. Alibi yang seolah-olah dibuat hanya untuk mengulur-ulur waktu. Pertama, KPK dan Polri telah sepakat kasus ini akan ditangani bersama. Penanganan perwira tinggi akan dipegang KPK, sedangkan perwira menengah ditangani penyidik Badan Reserse Kriminal Polri. Proses penyidikan di kedua lembaga penegak hukum itu telah berjalan dan mereka sepakat akan bekerja sama.
Kedua, sikap Djoko menolak hadir di KPK bisa dianggap sebagai ketidakkonsistenan dia sendiri. Pasalnya, dia bersedia hadir saat dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik di Bareskrim Polri. Adalah hak Djoko meminta fatwa Mahkamah Agung. Namun dia tak harus menunggu turunnya fatwa tersebut untuk hadir di KPK. Apalagi, sebagai perwira tinggi di sebuah lembaga penegak hukum, Djoko tentunya paham aturan main peradilan Indonesia.
Djoko semestinya bersikap kesatria seperti empat perwira menengah Polri yang telah lebih dulu secara jantan bersedia hadir di KPK. Apalagi Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo telah meminta Inspektur Jenderal Djoko kooperatif terhadap KPK. Djoko cukup menunjukkan bukti-bukti kepada Komisi bahwa tak ada korupsi dalam proses pengadaan simulator SIM. Tak usah repot-repot meminta fatwa MA. Toh, nanti muara peradilan itu akan satu.
Panggilan KPK pekan lalu merupakan yang pertama. Masih ada waktu bagi Djoko untuk memenuhi undangan sebelum komisi antirasuah itu menggunakan kewenangan paksa. Namun tentu kita semua berharap Inspektur Jenderal Djoko Susilo bersikap kesatria memenuhi panggilan KPK. Pemberantasan korupsi di negeri ini lebih penting ketimbang sebuah ego sektoral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar