Sumber: http://gambar.mitrasites.com/ |
Mak jegagik, jujur aku kaget mendengar tanggapan Yu Sani, tetanggaku di kampung soal rencana bakal naiknya bahan bakar minyak bersubsidi. “bensin mundhak aku ora nambah mlarat, bensin mudhun yo ra nambah sugih,. Terjemahannya kurang lebih begini: Bensin naik saya tidak nambah miskin, kalaupun turun saya gak tambah kaya.
Yu Sani, perempuan
dengan satu putera ini cukup damai hidup di kampung. Hidupnya tak tergantung harga BBM yang dalam bahasa dia adalah bensin. Sehari-hari dia mengolah sawah dan ladang. Hasilnya untuk membiayai sang putera sekolah. Untuk makan, jelas dia mengandalkan hasil tani. Bagi Yu Sani dan tetanggaku di kampung soal makan bukan urusan ribet. Asal ada garam, dan cabai sudah bisa jadi masakan. Saya pernah merasakan itu waktu SMA. Tinggal jauh dari orang tua harus pandai bermanuver, apalagi saat kiriman telat.
dengan satu putera ini cukup damai hidup di kampung. Hidupnya tak tergantung harga BBM yang dalam bahasa dia adalah bensin. Sehari-hari dia mengolah sawah dan ladang. Hasilnya untuk membiayai sang putera sekolah. Untuk makan, jelas dia mengandalkan hasil tani. Bagi Yu Sani dan tetanggaku di kampung soal makan bukan urusan ribet. Asal ada garam, dan cabai sudah bisa jadi masakan. Saya pernah merasakan itu waktu SMA. Tinggal jauh dari orang tua harus pandai bermanuver, apalagi saat kiriman telat.
Satu-satunya cara adalah berhemat soal menu makan. Banyak tanaman bisa dijadikan menu lauk pauk. Ada pohon pepaya, daun singkong, kangkung, melinjo, kacang panjang dan sebagainya. Semunya bisa dipetik dengan gratis, meski bukan punya keluarga saya. Paling-paling nanti kalau suatu hari ketemu si empunya, baru saya bilang. Dan umumnya mereka tidak keberatan. Itulah karifan lokal di desa yang saat ini masih terjaga.
Lanjut ke soal BBM. Selain Yu Sani, ada Mbah Sonto yang kini tinggal hidup sendirian. Ada juga Lek Sukiyo. Mereka semua hidup dari bertani, dan beternak. Belum tentu sebulan sekali mereka merasakan naik angkutan umum. Artinya memang benar, mereka tidak merasakan apa itu yang namanya subsidi bahan bakar minyak. Mereka lebih merasakan adanya BLT dua tahun lalu sebesar Rp 100 ribu sebulan. Maaf saya bukan bermaksud mengkampanyekan BLT, tapi menceritakan fakta yang sebenarnya.
Tapi mereka kan membeli harga kebutuhan pangan yang terdampak kenaikkan BBM?. Oke... saya ingin itung. Mbah Sonto, atau ada lagi Mbah Wiro Poniman. Keduanya sering mencari daun jati, atau daun pisang untuk ditukar dengan tempe dan garam. Berapa susbdisi BBM mereka terima dari tempe dan garam itu. Atau Lek Sukiyo, dan Pakde Sidal yang setia dengan sepeda onthel saat pergi ke manapun.
Yu Sani, Lek Sukiyo, Mbah Sonto adalah potret warga yang kini tak ambil pusing dengan kenaikan bahan bakar minyak subsidi. Dan barangkali juga ada di sekitar tempat Anda. Mereka barangkali yang saat ini tengah diperjuangkan oleh aktivis, anggota dewan, dan juga pemerintah agar tak terbebani harga BBM.
Tapi apa kata Lek Sukiyo? BBM Naik, Ora pateken. Lalu Yu Sani?. “ BBM Naik, I Don't Car.
Hahaha,,, Yu Sani luar biasa. Meski hanya lulusan kejar Paket C. Bahasa Inggrise keren... Huanjrit...hahaha
Selamat malam ki Sanak
Selamat menyongsong hari Selasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar