Beranda

Selasa, 10 Agustus 2010

Tantangan Marco Kusumawijaya

Melalui akun twiternnya, Marco Kusumawijaya menantang twepss menggambarkan kota Jakarta dengan 140 karakter. Yang menarik, Direktur RUJAK center for Urban Studies ini melarang pengunaan kata #foke, #macet, atau #banjir.

Sejauh pantauan saya, dari postingan tweps meski tidak memakai 3 kata itu tetap tak ada kata positif yang muncul untuk menggambarkan jakarta. yang menucul tetap saja keluhan, Misalnya, Semrawut, bikin pusing, bikin stress, dan sebagaianya.

Saya jujur tak tahu maksud mas Marco memberikan tantangan ini. Menjaring anspirasi, atau apa? Sudahlah, biarlah itu menjadi wewenang mas Marco.

Namun yang saya ingin katakan, adalah persoalan jakarta yang begitu komplek ini semua kesalahan dilimpahkan ke pejabat daerah: Gubernur dan pemerintahan daerah. Ya, memang merekalah yang bertanggung jawab. Tak ada peraturan yang tegas. tak bisa mneyediakan fasilitas yang memadai.

Tapi, pantaskah kemudian kesalahan itu hanya dilimpahkan kepada gubernur dan jajaranya.

Apakah penghuni atau pengunjung jakarta tidak mempunyai kontribusi dalam permasalahan yang muncul di jakarta saat ini.

Masalah kemacetan misalnya, berapaa banyak mobil pribadi dari luar jakartaa yang masuk ibukota. Kalau mobil itu penuh oleh penumpang sih tidak masalah. Dari pengamatn saya, tidak jarang satu mobil hanya diisi 1, atau 2 orang. Bisa dibayangkan 1 orang pengemudi mobil membutuhkan berapa lahan jalan.

Kalau misalnya, 5 atau 6 pemilik mobil itu kemudian berangkat ke jakarta dalam satu mobil, berapa lahan bisa dihemat. Ini bukan tidak mungkin dilakukan. di BSD ada komunitas nebeng dot com. sebuah komunitas yang berisi para pekerja dari luar jakarta yang berangkat bareng untuk kerja di jakarta.

kenapa ini tidak bisa dilakukan?

Dan saya pikir masih ada cara untuk membuat Jakarta ini menjadi kota yang nyaman untuk ditempati.
Tanpa harus terus menerus mengumpat, menyalahkan gubernur dan jajaranya, apakah tidak lebih baik dimulai dari kita sendiri.

Selamat menunaikan ibadah puasa kawan.
salam

ki Senen

1 komentar:

  1. kalau aku sih mas tetep aja salahin pemerintah, hehehe... karena disiplin itu memang harus dipaksa pada awalnya, kalo pemerintah diem2 aja ya gak akan ada disiplin... gitu.

    BalasHapus