Beranda

Kamis, 02 Juni 2016

Benarkah Jokowi Politikus Ulung, Siapa Gurunya?

Luhut meninjau persiapan pernikahan putra sulung Presiden Joko Widodo. Foto: Metrotvnews.com/Pythag Kurniati



Dua belas purnama sudah, Simbah dan Pak Dhe tak bercakap-cakap di teras rumah. Pak Dhe mengurusi dua putrinya yang kuliah di Malaysia. Adapun simbah setelah umrah tahun lalu lanjut 'reuni' dengan kawan seperjuangan di kampung halamannya.

Maka, obrolan Minggu pagi, 29 Mei 2016 kemarin menjadi istimewa bagi dua pria beda generasi itu. Ditemani teh nasgitel dan aneka jajanan pasar mereka diskusi soal kondisi jagat perpolitikan terkini di tanah air.

Pak Dhe dan Simbah tak mau kalah dengan bapak-bapak yang sering membahas isu politik di warung kopi sebelah rumah. "Jokowi ini rupanya seorang politikus ulung, pinter," kata Simbah membuka percakapan sambil jemari tangan kanannya mengusap layar komputer tablet di atas meja.




Jemari tangannya berhenti mengusap layar tablet saat ada berita yang menarik. Sebuah artikel berjudul, 'Golkar akhirnya mendukung Jokowi' rupanya berhasil menarik minat Simbah untuk membaca. Dari artikel itu pula dia menarik kesimpulan bahwa Jokowi adalah sosok politikus yang ulung.

"Politikus ulung, pinter gimana maksudnya Mbah," Pak Dhe bertanya. Sambil menunggu jawaban, Pak Dhe menyeruput secangkir teh tarik yang disiapkan si Mbak. Sebutir kue apem diambilnya sebagai pelengkap.

Simbah tak mau kalah. Diambilnya cangkir kaleng kelangenannya dan sejumput kacang goreng sebelum menjawab pertanyaan Pak Dhe. Dihisapnya rokok tingwe, campuran tembakau, cengkeh dengan bungkus kulit jagung dalam-dalam sebelum menjawab.

Jokowi, kata Simbah adalah politikus abangan. Perjalanan politiknya belum genap sepuluh tahun ketika terpilih menjadi Presiden ke-7. Karier politik ayah dari dua putera dan satu puteri itu diawali pada 2005 ketika dia ikut bertanding di pemilihan wali kota dan wakil wali kota Solo, Jawa Tengah.

Setelah terpilih sebagai wali kota, Jokowi kemudian terdaftar sebagai anggota PDI Perjuangan. Itu pun dia tak aktif di kepengurusan daerah maupun pusat. Namanya juga tak tercantum di daftar pengurus.

Nama Jokowi meroket karena gaya memimpinnya yang khas yakni blusukan. Jokowi muncul di tengah kerinduan akan sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat. Di periode kedua, Jokowi kembali memenangkan pilwalkot Solo dengan perolehan suara 90,09 persen.

Dua tahun memimpin Solo untuk periode kedua, Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Di Ibu Kota Jokowi tetap mempertahankan blusukan yang kian melambungkan namanya. Belum separuh waktu masa jabatannya sebagai gubernur, Jokowi diusung menjadi calon presiden.

Simbah sempat meragukan bahwa Jokowi akan terpilih sebagai Presiden. Kalau pun terpilih, Jokowi akan kesulitan. "Jokowi tak punya pengalaman politik untuk mengendalikan partai-partai, parlemen bahkan anggota kabinetnya sendiri," kata Simbah.

Di awal kepemimpinan Jokowi, 'ramalan' Simbah hampir saja terbukti. Satu semester pertama pemerintahan Jokowi dengan wapres Jusuf Kalla terjadi gejolak politik yang cukup gaduh. DPR terpecah menjadi dua kubu yakni Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Hubungan eksekutif dengan legislatif juga tak harmonis.

Di tingkat internal, anggota kabinet juga saling berantem sendiri. Bahkan hubungan Jokowi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai pengusung utama juga tak harmonis.

Namun meski membutuhkan waktu tak sebentar, kegaduhan itu bisa diredam oleh Jokowi. Hubungan Jokowi dengan Ketum PDI Perjuangan Megawati juga makin harmonis. Partai politik yang selama ini berada di gerbong KMP sebagai oposisi satu persatu bergabung mendung pemerintahan Jokowi JK.

Terakhir, Jokowi berhasil menarik Partai Golkar ke gerbong pendukung pemerintah. Padahal selama ini Golkar bersama Gerindra adalah motor utama barisan oposisi di KMP. "Tak disangka meski abangan, Jokowi piawai juga berpolitik," kata Simbah, yang sebelumnya adalah salah satu pengkritik Jokowi.

"Yakin Mbah, Jokowi piawai berpolitik?," tanya Pak Dhe seolah ingin membantah testimoni Simbah.

Pak Dhe tak percaya bahwa Jokowi pintar berpolitik. Dia nggak yakin tak ada tangan politisi lain yang berperan atas kepiawaian politik Jokowi. Lalu siapakah politisi di belakang Jokowi?

"Saya tak bisa menjawab dengan pasti Mbah. Tapi kalau saya perhatikan pak Jokowi itu sangat dekat dengan Pak Luhut. Bahkan Jokowi lebih dekat dengan Luhut ketimbang Megawati," kata Pak Dhe. Luhut yang dimaksud Pak Dhe adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.

Kedekatan Jokowi dengan Luhut memang terjalin sejak lama. Bahkan konon sejak Jokowi masih menjalankan bisnis dan belum menjabat sebagai Wali Kota. Dalam sebuah wawancara dengan Majalah Tempo, Luhut mengaku setiap datang ke Solo dia selalu dijemput dan disopiri langsung oleh Jokowi.

Tak heran ketika ramai pengajuan nama calon presiden dan wakil presiden 2014 lalu, Luhut rela mundur dari jabatannya selaku Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar demi mendukung Jokowi. Ketika itu Golkar mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Luhut juga memimpin tim pemenangan Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla. Setelah dilantik menjadi Presiden, Jokowi mengangkat Luhut sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Luhut menjadi orang di ring 1 presiden.

"Pak Luhut itu saat Pak Jokowi mantu, nungguin dua hari dua malam. Itu kan bukan hubungan biasa ketika Pak Luhut sampai nungguin Pak Jokowi mantu," kata Pak Dhe.

Tak heran ketika reshuffle kabinet jilid I, Jokowi mengangkat Luhut sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. Peran Luhut di pemerintahan Jokowi kian kuat. Bergabungnya Golkar ke gerbong pendukung pemerintahan Jokowi tak lepas dari peran Luhut.

"Maksudnya di belakang Pak Jokowi ada Pak Luhut yang memang pintar," tanya Simbah.

"Ya bisa saja. Pak Luhut adalah politisi senior Partai Golkar, pengalaman dan relasinya banyak. Beliau juga tentara yang pintar dan tercatat sebagai lulusan Akmil terbaik di angkatannya,"  jawab Pak Dhe.

Apakah salah kalau ada Luhut di belakang Jokowi?

"Tak ada yang salah. Itu sah-sah saja," jawab Pak Dhe.

Obrolan Simbah dan Pak Dhe terhenti ketika terdengar suara tangis bayi dari dalam kamar. Bening yang baru berusia 3 bulan cucu pertama Pak Dhe terbangun. Simbah bergegas menuju kamar untuk melihat sang buyut satu-satunya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar