Beranda

Jumat, 21 Oktober 2011

Proyek Abal-abal di Akhir Tahun




Entah kebetulan atau tidak, menjelang pengujung tahun 2011 ini banyak sekali proyek pemerintahan. Kalau boleh saya sebut, dari gedung sekolah, kantor kecamatan, jalan, gorong-gorong, seminar akhir tahun, studi banding, dan sebagainya. Tentu bukan rahasia umum lagi.

Saya ambil contoh yang paling dekat dengan domisili saya, Jakarta Pusat. Ada beberapa sekolahan yang direnovasi, entah renovasi ini sifatnya mendesak atau tidak. Yang pasti  dari semua sekolahan itu, rata-rata jenis renovasinya sama; ganti genteng, jendela dari kayu menjadi aluminium, dan  pasang lantai keramik.

Kok bisa sama? Entahlah, saya gak mau sok ingin tahu. Soal gorong-gorong, sudahlah saya gak ingin semakin menambah sak wasangka.

Tapi, menghamburkan anggaran di penghujung tahun jelas tidak elok, kalau tak ingin dianggap salah.  Memang konon hukumnya, kalau anggaran sebuah instansi tidak habis saat itu, maka tahun berikutnya akan turun.

Lha tapi persoalanya, harus dipertanyakan NURANI para pejabat itu. Saya lihat, beberapa sekolah SMP, SD belum mendesak untuk direnovasi. Bangunan baru seumur 5 tahunan. Kalau dikerjakan dengan benar saya rasa masih aman.

Gentengnya pun masih layak pakai. Bahkan kemudian dilelang. Saya pernah mencoba berkelakar untuk membeli, dan itu bisa. Artinya genteng itu benar-benar masih layak dan bisa dipakai.

Adakah nurani dari pejabat di sini? Apakah mereka tidak melihat saudara-saudara kita di daerah terpelosok, tak usah jauh-jauh, di Jakarta sendiri saya yakin masih ada beberapa yang gedung sekolahnya tidak layak.  

Kenapa para pejabat itu tidak bisa mengalihkan dana tersebut untuk bangunan atau sekolah yang membutuhkan? Tidak bisakan Kementerian memberikan subsidi silang, daerah di Jakarta yang mampu mensubsidi daerah lain yang kurang beruntung?

Sepertinya sudah menjadi rahasia umum, para pejabat ataupun pegawai di Instansi pemerintahan ini berfoya-foya menghabiskan anggaran yang diberikan negara. Supaya habis dibuatlah proyek abal-abal alias mengada-ada. Selain mengada-ada, dana pun di mark up.

Bukan hal yang baru memang. Tapi kok seperti sudah menjadi tradisi. Tradisi budaya korupsi.!

Salam

----Erwindar----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar