Beranda

Rabu, 19 Oktober 2011

Kenapa Harus Koran Digital?



Era koran digital atau E-paper sudah di Indonesia sudah muncul sejak 2008. Dan dalam hampir 3 tahun ini gaungnya biasa-biasa saja. Belum mampu menggeser peran koran kertas.

Membahas atau membedah koran digital saat ini tentu dianggap ketinggalan atau kuno. Namun pagi tadi seorang teman wartawan senior tiba-tiba menyinggung soal era koran digital. Saya dan beberapa teman akhirnya terlibat diskusi serius dengan beliau.

Diskusi menarik karena berbarengan dengan rencana salah satu pengusaha media yang akan menerbitkan koran digital. Ide yang menurut saya menarik, disaat pengusaha koran yang sudah ada terkesan tidak serius mengelola E-paper.

Sang wartawan senior sepakat bahwa, lama atau tidak era koran kertas akan tergusur epaper. Oke, saya sepakat. Teknologi memungkinkan kertas koran tergusur internet.
Hampir semua telepon seluler sekarang dilengkapi kemampuan akses internet. Tak harus iPad. Barangkali sekarang aplikasi E-paper belum bisa diakses sembarangan gadget. Mungkin hanya bisa melalui telepon berkategori pintar. Namun tidak menutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan gadget berbandrol murahpun bisa mengakses E-paper. -Sori kalau salah, saya tak begitu jago teknologi-.

Senior saya itu pun kemudian menjlentrehkan beberapa kelebihan koran digital. Dari sisi penerbit. Perusahaan bisa efisien biaya yang luar biasa besar. Ada beberapa komponen bisa dipangkas. Sebut saja, biaya cetak, ongkos distribusi, biaya kertas. Untuk pengerjaan desain juga bisa dipangkas. Tugas yang dikerjakan 10 orang di koran kertas, bisa digarap oleh 3 orang di koran digital.

Sementara konsumen, hanya butuh beli gadget. Selebihnya setiap pagi dia bisa ngopi sambil membuka gadgetnya. Tak lagi ada kertas berserakan, tertumpuk memenuhi ruangan. Tak perlu lagi langganan semua koran kertas. Karena dengan satu gadget bisa membuka lebih dari satu koran digital.

Apalagi, kalau penerbit menggratiskan akses E-paper tersebut. Konsumen akan semakin dimanja. Apa mungkin?

Jolodong, teman yang saya ajak diskusi malam ini menjawab, “Mungkin”.
Di sebuah waroeng kopi di Cikini, pria asal Solo ini dengan gamblang dan sok akademisi membeberkan:

Penerbit dalam hal ini akan mengandalkan masuknya iklan. Hidup mati epaper sepenuhnya tergantung pendapatan iklan. Pada tahap awal, perusahaana harus berjuang ekstra keras untuk meyakinkan kleinnya agar mau beriklan.

Untuk mau beriklan, klien akan melihat jumlah pengunjung halaman E-paper tersebut. Tentu bukan semudah membalikkan telapak tangan untuk mendapat pengunjung banyak. Namun sekali lagi, kata Jolodong, “Itu bukan hil yang mustahal,”.

Membangun E-paper, apalagi benar-benar dari nol ibarat babat alas. Berat memang pada tahap-tahap awal. Apalagi melihat pengguna iPad di Indonesia baru 150 ribu orang. Dan sekali lagi, Jolodong berkata, “memangnya yang bisa buka epaper hanya melalui iPad?,”.

Obrolan kami selesai, seiring sesapan terakhir kopi di cangkir.

Salam

--Erwindar--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar