Beranda

Minggu, 17 Juni 2012

Setelah Neneng Pulang Kampung









Neneng Sri Wahyuni akhirnya masuk tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Isteri Muhammad Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat ini akhirnya pulang kampung setelah hampir setahun lamanya melarikan diri. Tak usah diperdebatkan bagaimana perempuan kelahiran Pekanbaru 15 Februari 1982 ini masuk jeruji; ditangkap KPK atau menyerahkan diri.





KPK harus benar-benar memanfaatkan kembalinya Neneng ke Indonesia untuk mengungkap rentetan kasus korupsi yang diduga melibatkan suaminya. Dalam berbagai kesaksian, Nazaruddin menyebut beberapa nama politikus terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, pembangunan Wisma Atlet, hingga sejumlah proyek di Perguruan Tinggi Negeri. Semua proyek itu diduga dikendalikan oleh PT Grup Permai milik Nazaruddin.



Neneng disebut sebagai pengendali keuangan Grup Permai. Sejumlah kesaksian menyebutkan tersangka kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja itu berperan mengatur fee (komisi), dan keuntungan setiap proyek yang dikendalikan Grup Permai. Sebagai Direktur Keuangan perusahaan, tentunya Neneng memiliki catatan tentang aliran dana Grup Permai.



Sejumlah tersangka yang diduga menikmati pundi dari Grup Permai sudah dijebloskan ke tahanan. Ada politikus Angelina Sondakh, Mindo Rosalina Manulang, juga Nazaruddin. Sejumlah nama yang disebut Nazaruddin seperti Andi Alifian Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum juga sudah dimintai keterangan oleh KPK. Namun Komisi sejauh ini belum bisa menjerat otak sebenarnya dari kasus dugaan korupsi yang melibatkan Grup Permai dan menyeret politikus Partai Demokrat tersebut.



Melihat perannya yang begitu besar di perusahaan Nazaruddin, tak ada salahnya KPK menjadikan Neneng sebagai Justice Collaborator atau pemberi informasi kasus korupsi. Dugaan keterlibatan sejumlah politikus partai politik dalam kasus korupsi ini bukan tidak mungkin bakal memperkuat intervensi ke KPK. Komisi tak perlu ragu menawarkan kepada Neneng posisi sebagai Justice Collaborator. Apalagi dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi 2011, pasal 52 ayat (1) jelas mengatur posisi justice collaborator.



****

Artikel ini merupakan Tajuk Harian Detik edisi Senin 18 Juni 2012. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar