Beranda

Selasa, 15 November 2011

Hijrah dalam Hikayat Dewaruci


Isak tangis sang Ibu, Kunti Nalibrata, Pancawala, Sumbadra, Retna Drupadi Srikandi, Yudhistira dan keluarga tak mampu menyurutkan langkah Bima. Bahkan permintaan sang Ibu agar Bima mengurungkan niat, tak dituruti. Putra kedua Pandawa ini sudah membulatkan tekad melanjutkan pencarian air suci penghidupan, air suci Tirta Kamandanu.

Titah sang Guru Durna mengarahkan Bima mencari ke hutan Tibrasara, dibawah Gandawedana, di gunung Candramuka, di dalam gua. Daerah yang rawan. “Jalmo moro jalmo mati”, siapa datang, dijamin tak bakal bisa pulang. Toh Bima nekad. Dia tetap berangkat.

Sampai ditujuan, Bima tak mendapatkan apa yang dicari. Namun ada satu petunjuk, air itu ada di dasar samudera. Tekad sudah bulat, pantang mengendurkan niat.

Tangisan sang Ibu, yang kali ini meraung-raung layaknya anak kecil tak juga membuat Bima mengurungkan niat. Pegangan tangan, Kunti dan saudara lainnya tak kuat menahan laju Bima. Bima pun terjun ke dasar samudera.
Sang ombak bergulung-gulung menggempur batu karang, topan datang riuh menggelegar. Namun, nyali Bima tak surut lebih baik mati dari pada pulang menentang sang Guru.
Bima berpasrah diri, sedih karena harus berpisah dengan orang terkasih dia singkirkan, tidak merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak dewata yang agung, karena sudah menyatakan kesanggupan kepada Druna dan prabu Kurupati, dalam mencari Tirta Kamandanu, masuk ke dalam samudera.

Kesedihan sejenak hilang setelah dia memandang laut dan keindahan isinya, panadanganya menerawang tanpa batas, lalu ia memusatkan perhatian tanpa memikirkan marabahaya, dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tampak kegembiraannya, dan tak lupa digunakannya ilmu Jalasengara, agar air menyibak.


Alkisah ada naga sebesar segara anakan, pemangsa ikan di laut, wajah liar dan ganas, berbisa sangat mematikan, mulut bagai gua, taring tajam bercahaya, melilit Sena sampai hanya tertinggal lehernya, menyemburkan bisa bagai air hujan. Sena bingung dan mengira cepat mati, tapi saat lelah tak kuasa meronta, ia teringat segera menikamkan kukunya, kuku Pancanaka, menancap di badan naga, darah memancar deras, naga besar itu mati, seisi laut bergembira.


Pada akhirnya, setelah melewati berbagai rintangan, Bima berhasil menemukan apa yang dia cari.
Saya ingin mengatakan, secara tersirat Kisah Bima mencari tirta pawitra dalam cerita Dewaruci bisa diartikan sebagai perjalan hidup manusia menggapai tujuan hidup. Kalau secara ilmu kebatinan melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batin guna menemukan identitas dirinya atau pencarian sangkan paraning dumadi ‘asal dan tujuan hidup manusia’ atau manunggaling kawula Gusti.

Terakhir, pesannya barangkali, kalau sudah yakin apa yang Anda pilih benar maka kerjakanlah!.

--salam Hijrah--

Erwindar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar